Minggu, 30 Oktober 2016

Sistem Informasi Keperawatan Risiko serta Komplikasi pada Pasien Diabetes Melitus

Diposkan oleh yeoja manis, anak K-popers Unknown di 10/30/2016


            Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Data dari studi global menunjukan bahwa jumlah penderita Diabetes Melitus pada tahun 2011 telah mencapai 366 juta orang. Jika tidak ada tindakan yang dilakukam, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 552 juta pada tahun 2030. (S. K. Trisnawati & Setyorogo, 2013)

Diabetes adalah sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang diakibatkan dari kegagalan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Kronik hiperglikemia diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, dan kegagalan diferensiasi organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.
Beberapa proses patogenik yang terlibat dalam pengembangan diabetes. Ini berkisar dari kerusakan autoimun dari sekresi pancreas dengan konsekuen kekurangan insulin untuk kelainan yang menghasilkan resistensi terhadap insulin tindakan. Dasar dari kelainan pada metabolism karbohidrat, lemak, dan protein pada diabetes adalah tindakan kekurangan insulin pada jaringan target. Hasil dari sekresi insulin tidak memadai dan / atau respon jaringan berkurang insulin pada satu atau lebih poin dalam jalur kompleks aksi hormon. Penurunan sekresi insulin dan cacat dalam kerja insulin sering terjadi berdampingan pada pasien yang sama, dan sering tidak jelas diantara kedua kelainan itu. Jika terdapat salah satu diantara keduanya maka dipastikan sebagai penyebab utama hiperglikemia. (Diabetes, 2010)
Ada beberapa jenis Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus Tipe I, Diabetes Mellitus Tipe II, Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe Lainnya. Jenis Diabetes Mellitus yang paling banyak diderita adalah Diabetes Mellitus Tipe 2. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gulah darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin). (S. K. Trisnawati & Setyorogo, 2013)

Diagnosis klinis DM ditegakkan bila ada gejala khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Jika terdapat gejala khas dan pemeriksaan Glukosa Darah Sewaktu (GDS) 200 mg/dl diagnosis DM sudah dapat ditegakkan. Hasil pemeriksaan Glukosa Darah Puasa (GDP) 126 mg/dl juga dapat digunakan untuk pedoman diagnosis DM.(W, 2007)
Hasil penelitian di Puskesmas Kecamatan Denpasar Selatan menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang terbukti meningkatkan kejadian DM tipe 2 yaitu obesitas berdasarkan lingkar pinggang dan umur. Sedangkan variabellain seperti hipertensi, aktivitas fisik, merokok dan obesitas berdasarkan IMT tidak terbukti dapat meningkatkan kejadian DM tipe 2. Berdasarkan hasil penelitian variabel umur ≥50dapat meningkatkan kejadian DM tipe 2 karena penuaan menyebabkan menurunnya sensitivitas insulin dan menurunnya fungsi tubuh untuk metabolisme glukosa. Didapatkan bahwa prevalensi DM pada kelompok usia tua lebih tinggi tiga kali lipat dibandingkan dengan kelompok yang lebih muda. Variabel obesitas berdasarkan lingkar pinggang dapat meningkatkan kejadian DM tipe 2. Diperoleh hasil prevalensi obesitas berdasarkan lingkar pinggang sebesar 35%, pada laki-laki dengan lingkar pinggang ≥90 cm sebesar 27,5% dan wanita dengan lingkar pinggang ≥80 cm sebesar 43,4%. Hal ini dapat dijelaskan bahwa obesitas sentral khususnya di perut yang digambarkan oleh lingkar pinggang lebih sensitive dalam memprediksi gangguan akibat resistensi insulin pada DM tipe 2.
Hipertensi pada hasil penelitian ini tidak terbukti meningkatkan faktor risiko DM tipe 2 kemungkinan disebabkan oleh responden yangmenderita hipertensi sudah mendapatkan pengobatan hal ini didukung dari hasil penelitian dimana responden yang mempunyai riwayat hipertensi dan hasil pemeriksaan tekanan darahnya ≥140/90 mmHg sebanyak 12 orang semuanya mendapat terapi kaptopril.
Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak melakukan aktivitas fisik terbukti tidak meningkatkan risiko terjadinya DM tipe 2, hal ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari (seperti jalan ke pasar, mencangkul, mencuci, berkebun) tidak dimasukkan melakukan aktivitas fisik.(S. Trisnawati, Widarsa, & Suastika, 2013)
Komplikasi pada DM yang tidak terkendali dapat terjadi komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler kronik, baik mikroangiopati maupun makroangiopati. Di Amerika Serikat, DM merupakanpenyebab utama dari end-stage renal disease (ESRD), nontraumatic lowering amputation, dan adult blindness. Sejak ditemukan banyak obat untuk menurunkan glukosa darah, terutama setelah ditemukannya insulin, angka kematian penderita diabetes akibat
 komplikasi akut bisa menurun drastis. Kelangsungan hidup penderita diabetes lebih panjang dan diabetes dapat dikontrol lebih lama.
Salah satu dari komplikasi Diabetes Melitus adalah kerusakan saraf (Neuropati). Sistem saraf tubuh kita terdiri dari susunan saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang, susunan saraf perifer di otot, kulit, dan organ lain, serta susunan saraf otonom yang mengatur otot polos di jantung dan saluran cerna. Hal ini biasanya terjadi setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung sampai 10 tahun atau lebih. Apabila glukosa darah berhasil diturunkan menjadi normal, terkadang perbaikan saraf bisa terjadi. Namun bila dalam jangka yang lama glukosa darah tidak berhasil diturunkan menjadi normal maka akan melemahkan dan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang memberi makan ke saraf sehingga terjadi kerusakan saraf yang disebut neuropati diabetik (diabetic neuropathy). Neuropati diabetik dapat mengakibatkan saraf tidak bisa mengirim atau menghantar pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim. Tergantung dari berat ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena.
Komplikasi selanjutnya adalah kerusakan ginjal (Nefropati). Ginjal manusia terdiri dari dua juta nefron dan berjuta-juta pembuluh darah kecil yang disebut kapiler. Kapiler ini berfungsi sebagai saringan darah. Bahan yang tidak berguna bagi tubuh akan dibuang ke urin atau kencing. Ginjal bekerja selama 24 jam sehari untuk membersihkan darah dari racun yang masuk ke dan yang dibentuk oleh tubuh. Bila ada nefropati atau kerusakan ginjal, racun tidak dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor ke luar. Semakin lama seseorang terkena diabetes dan makin lama terkena tekanan darah tinggi, maka penderita makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Gangguan ginjal pada penderita diabetes juga terkait dengan neuropathy atau kerusakan saraf.
Kerusakan mata (Retinopati) juga merupakan salah satu komplikasi dari DM. Penyakit diabetes bisa merusak mata penderitanyadan menjadi penyebab utama kebutaan. Ada tiga penyakit utama pada mata yang disebabkan oleh diabetes, yaitu: 1) retinopati, retina mendapatkan makanan dari banyak pembuluh darah kapiler yang sangat kecil. Glukosa darah yang tinggi bisa merusak pembuluh darah retina; 2) katarak, lensa yang biasanya jernih beningndan transparan menjadi keruh sehingga menghambat masuknya sinar dan makin diperparah dengan adanya glukosa darah yang tinggi; dan 3) glaukoma, terjadi peningkatan tekanan dalam bola mata sehingga merusak saraf mata.
Penyakit jantung koroner (PJK) juga salah satu dari komplikasi DM. Diabetes merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. Akibatnya suplai darah ke otot jantung berkurang dan tekanan darah
Kerusakan pembuluh darah di perifer atau di tangan dan kaki, yang dinamakan Peripheral Vascular Disease (PVD), dapat terjadi lebih dini dan prosesnya lebih cepat pada penderita diabetes daripada orang yang tidak mendertita diabetes. Denyut pembuluh darah di kaki terasa lemah atau tidak terasa sama sekali. Bila diabetes berlangsung selama 10 tahun lebih, sepertiga pria dan wanita dapat mengalami kelainan ini. Dan apabila ditemukan PVD disamping diikuti gangguan saraf atau neuropati dan infeksi atau luka yang sukar sembuh, pasien biasanya sudah mengalami penyempitan pada pembuluh.
Komplikasi DM gangguan pada hati. Banyak orang beranggapan bahwa bila penderita diabetes tidak makan gula bisa bisa mengalam kerusakan hati (liver). Anggapan ini keliru. Hati bisa terganggu akibat penyakit diabetes itu sendiri. Dibandingkan orang yang tidak menderita diabetes, penderita diabetes lebih mudah terserang infeksi virus hepatitis B atau hepatitis C. Oleh karena itu, penderita diabetes harus menjauhi orang yang sakit hepatitis karena mudah tertular dan memerlukan vaksinasi untuk pencegahan hepatitis. Hepatitis kronis dan sirosis hati (liver cirrhosis) juga mudah terjadi karena infeksi atau radang hati yang lama atau berulang. Gangguan hati yang sering ditemukan pada penderita diabetes adalah perlemakan hati atau fatty liver, biasanya (hampir 50%) pada penderita diabetes tipe 2 dan gemuk. Kelainan ini jangan dibiarkan karena bisa merupakan pertanda adanya penimbunan lemak di jaringan tubuh lainnya.
 Pasien DM lebih rentan terkena Penyakit Paru. Pasien diabetes lebih mudah terserang infeksi tuberculosis paru dibandingkan orang biasa, sekalipun penderita bergizi baik dan secara sosioekonomi cukup. Diabetes memperberat infeksi paru, demikian pula sakit paru akan menaikkan glukosa darah.
Gangguan saluran cerna pada penderita diabetes disebabkan karena kontrol glukosa darah yang tidak baik, serta gangguan saraf otonom yang mengenai saluran pencernaan. Gangguan ini dimulai dari rongga mulut yang mudah terkena infeksi, gangguan rasa pengecapan sehingga mengurangi nafsu makan, sampai pada akar gigi yang mudah terserang infeksi, dan gigi menjadi mudah tanggal serta pertumbuhan menjadi tidak rata. Rasa sebah, mual, bahkan muntah dan diare juga bisa terjadi. Ini adalah akibat dari gangguan saraf otonom pada lambung dan usus. Keluhan gangguan saluran makan bisa juga timbul akibat pemakaian obat- obatan yang diminum.
Glukosa darah yang tinggi mengganggu fungsi kekebalan tubuh dalam menghadapi masuknya virus atau kuman sehingga penderita diabetes mudah terkena infeksi. Tempat yang mudah mengalami infeksi adalah mulut, gusi, paru-paru, kulit, kaki, kandung kemih dan alat kelamin. Kadar glukosa darah yang tinggi juga merusak sistem saraf sehingga mengurangi kepekaan penderita terhadap adanya infeksi. (Ndraha, 2014)
Diabetes, D. O. F. (2010). Diagnosis and classification of diabetes mellitus. Diabetes Care, 33(SUPPL. 1). https://doi.org/10.2337/dc10-S062
Ndraha, S. (2014). Diabetes Melitus Tipe 2 Dan Tatalaksana Terkini. Medicinus, 27(2), 9–16.
Trisnawati, S. K., & Setyorogo, S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1), 6–11.
Trisnawati, S., Widarsa, T., & Suastika, K. (2013). Laporan hasil penelitian Faktor risiko diabetes mellitus tipe 2 pasien rawat jalan di Puskesmas Wilayah Kecamatan Denpasar Selatan Risk factors of type 2 diabetes mellitus of outpatients in the community health centres of South Denpasar Subdistrict Metode, 1.
W, R. (2007). Diabetes Meliitus Usia Lanjut.

0 komentar:

Posting Komentar

Udah liat, kan postingan Cycy. Jadi jangan lupa comment ea. Ga minta uang kok. Hanya minta comentnya aja. Ok??
:D

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
 

Nancy Veronica's World (๑‵●‿●‵๑) Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea